Banyak orang menyangka bahwa sekalipun makanan sudah terhidang, yang terbaik itu shalat dahulu, setelah itu barulah makan. Sehingga ada yang ketika mereka duduk di sekitar hidangan, kemudian bangun meninggalkannya dan pergi menunaikan solat.
Praktek seperti itu dirasakan oleh sebagian orang sebagai lebih sesuai kehendak agama.
Sebenarnya, jika kita mengacu pada hadis-hadis Nabi s.a.w kita akan dapati itu praktek yang tidak tepat. Pahami hal-hal berikut;
1. Diantaranya hadis dari Anas bin Malik r.a .: bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Apabila telah disajikan makan malam, maka mulakanlah makan sebelum kamu menunaikan shalat Maghrib, dan jangan kamu tergopoh-gopoh saat makan malam kamu."
Riwayat Bukhari dan Muslim
2. Dalam hadis yang lain dari Abdullah bin Umar, beliau s.a.w. bersabda:
"Ketika disajikan makan malam seseorang kamu, sedangkan shalat (jamaah) telah didirikan, maka mulailah dengan makan malam. Janganlah dia tergopoh-gopoh sampai dia selesai. "
Bahwa Ibn Umar r.a. ketika dihidangkan untuknya makanan, sementara shalat pula sedang didirikan, maka ia tidak mendatangi shalat melainkan sampai ia selesai makan sekalipun ia mendengarkan bacaan imam.
Riwayat Bukhari dan Muslim
3. Hikmah dari perintah Nabi s.a.w agar mendahulukan makan ialah agar pemikiran kita tidak diganggu ketika shalat dengan ingatan kepada makanan yang telah kita lihat terhidang di depan mata sebelum shalat tadi.
Ini bisa mengganggu kekusyukan shalat seseorang. Dengan itu para ulama menyatakan dimakruhkan shalat setelah makanan terhidang di depan mata. Ini mencakup semua shalat, bukan khusus pada shalat Maghrib saja. Kata al-Imam an-Nawawi (meninggal 676H) dalam Sharh Sahih Muslim mengulas hadis-hadis terkait:
"Di dalam hadis-hadis tersebut dimakruhkan shalat ketika terhidangnya makanan yang akan dimakan karena dapat mengganggu hati dan menghilangkan kesempurnaan khusyuk".
4. Ini bukan berarti kita mengutamakan makan dari shalat. Sebaliknya kita makan terlebih dahulu karena ingin menjaga kekusyukan shalat. Al-Imam Ibn Hajar al-`Asqalani (meninggal 852H) dalam Fath al-Bari mengutip ungkapan Ibn Jauzi (meninggal 597H):
"Ada orang mengira bahwa mendahulukan makanan sebelum shalat adalah bab mendahulukan hak hamba atas hak Tuhan. Sebenarnya bukan demikian, tetapi ini adalah menjaga hak Allah agar makhluk masuk ke dalam ibadahnya dengan penuh konsentrasi. Sesungguhnya makanan mereka (para sahabat) adalah sedikit dan tidak memutuskan mereka dari mengikuti shalat jamaah. "
5. Dengan itu, makan dahulu setelah makanan terhidang kemudian baru shalat adalah sunnah Nabi s.a.w. Maka ketika makanan terhidang, orangtua harus memberikan anak-anak makan terlebih dahulu ketika berbuka, sehingga mereka selesai maka barulah shalat. Inilah sunnah.6. Melakukan susunan yang seperti itu, mendapat pahala. Namun makanlah dengan kadar yang diajar oleh Islam, bukan makan sehingga mengah lalu gagal bersolat dengan sempurna.
7. Di sana ada cara untuk menghindari kemakruhan ini, yaitu hindari menyajikan makanan terlebih dahulu sebelum shalat. Hindari mata terpandang ke makanan yang telah disajikan. Setelah selesai shalat barulah disajikan. Namun, jika kelaparan itu kuat, bau makanan telah masuk ke hidung, sehingga ingatan kepada makanan sangat kuat sekali belum melihatnya, harus dia makan terlebih dahulu.
8. Juga sudah pasti tidak makruh shalat sekalipun makanan sudah terhidang jika keinginan untuk makanan tidak ada. Ini karena penyebab ( 'illah) larangan shalat saat makanan terhidang adalah agar tidak mengganggu kusyuk. Jika seseorang memang tidak ada keinginan untuk makanan, sudah pasti tidak menggangu kusyuk sekalipun makanan sudah terhidang.
Sumber: Tazkirah.net
Leave a Reply Cancel Reply